Tugas
2 Teori Pendahuluan
Masalah
: E-Banking Mandiri
1.1
Manfaat
dari Teknologi E-Banking
Fungsi penggunaan e-banking mirip dengan mesin
ATM dimana sarananya saja yang berbeda, seorang nasabah dapat melakukan
aktifitas pengecekan saldo rekening, transfer dana antar rekening atau antar
bank, hingga pembayaran tagihan-tagihan rutin bulanan seperti: listrik,
telepon, kartu kredit, dll. Dengan memanfaatkan e-banking banyak keuntungan
yang akan diperoleh nasabah terutama apabila dilihat dari banyaknya waktu dan
tenaga yang dapat dihemat karena e-banking jelas bebas antrian dan dapat
dilakukan dari mana saja sepanjang nasabah memiliki sarana pendukung untuk
melakukan layanan e-banking tersebut. Seorang nasabah akan dibekali dengan login dan kode akses ke
situs web dimana terdapat fasilitas e-banking milik bank bersangkutan.
Selanjutnya, nasabah dapat melakukan login dan melakukan aktifitas perbankan
melalui situs web bank bersangkutan. Sebenarnya e-banking bukan barang baru di
internet, tapi di Indonesia sendiri baru beberapa tahun belakangan ini marak
diaplikasikan oleh beberapa bank papan atas.
Konon ini berkaitan dengan keamanan nasabah
yang tentunya menjadi perhatian utama dari para pengelola bank disamping
masalah infrastruktur bank bersangkutan. Keamanan memang merupakan isu utama
dalam e-banking karena sebagaimana kegiatan lainnya di internet, transaksi
perbankan di internet juga rawan terhadap pengintaian dan penyalahgunaan oleh
tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Sebuah situs e-banking diwajibkan
untuk menggunakan standar keamanan yang sangat ketat untuk menjamin bahwa
setiap layanan yang mereka sediakan hanya dimanfaatkan oleh mereka yang memang
betul-betul berhak. Salah satu teknik pengamanan yang sering dugunakan dalam
e-banking adalah melalui SSL (Secure Socket Layer) maupun lewat protokol HTTPS
(Secure HTTP). Dengan hadirnya e-banking tidak hanya nasabah saja yang
mendapatkan manfaat melainkan juga menciptakan efek manfaat yang lain bagi
bank, yakni meningkatkan pendapatan berbasis komisi atau biaya (fee based
income). Sebagian besar fee berasal dari layanan transaksi yang ditawarkan
e-banking, misalnya untuk pembayaran tagihan listrik dikenai biaya Rp 2.500 per
transaksi.
Semakin sering nasabah bertransaksi lewat
e-banking, semakin banyak pula fee yang diperoleh bank. Belakangan ini jenis
pendapatan nonbunga tumbuh lebih cepat ketimbang pendapatan bunga. Selain itu
biaya operasional juga menjadi sangat murah dibandingkan dengan biaya transaksi
melalui kantor cabang, biaya di cabang relatif lebih besar karena untuk
membayar karyawan, pengamanan, listrik, dan biaya sewa gedung. Dengan segala
manfaat yang bisa didapat melalui e-banking beberapa bank rela menanamkan
investasi yang mahal untuk mengembangkan e-banking. Akan tetapi tidak banyak
bank yang bisa mengembangkannya karena terbenturnya masalah biaya.
1.2
Jenis – Jenis
Teknologi dari E-banking
1.
Automated Teller
Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau
perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai
dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau
pemindahan dana.
2.
Computer Banking. Layanan bank yang
bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk
melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan
lain-lain.
3.
Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan
pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan
memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
4.
Direct Deposit. Salah satu bentuk
pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi
pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui
transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
5.
Direct Payment (also
Electronic Bill Payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk
membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara
elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct
payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus
menginisiasi setiap transaksi direct payment.
6.
Electronic Bill
Presentment and Payment (EBPP). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan
atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui
email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut,
pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran
tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
7.
Electronic Check
Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor
rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan
pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
8.
Electronic Fund
Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke
rekening lainnya melalui media elektronik.
9.
Payroll Card. Salah satu tipe
“stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek
yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau
Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu
tersebut secara elektronik.
10. Preauthorized Debit (or Automatic Bill Payment). Bentuk pembayaran
yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang
diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan
jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll).
Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor
(misalnya PLN atau PT Telkom).
11. Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang
menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar
nilai tersebut ke penerbit kartu.
12. Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam
satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data,
melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya
validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan
data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk
pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau
Visa networks).
13. Stored-Value
Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi
melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang
diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored
value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan
yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk
penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose
card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang
teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines
di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa
penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo
MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.
1.3
Manajemen Penyelenggaraan Kegiatan E-Banking
1. Manajemen resiko dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking
Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
terkait dengan pengelolaan atau manajemen risiko penyelenggaraan kegiatan
internet banking adalah Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No.
6/18/DPNP, tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas
Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking).
Pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:
a. Bank yang
menyelenggarakan kegiatan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko
pada aktivitas internet banking secara efektif.
b. Penerapan manajemen
risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman
tertulis dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas
Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam
lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut.
c. Pokok-pokok penerapan
manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking
adalah:
1) Adanya pengawasan
aktif komisaris dan direksi bank, yang meliputi:
·
Komisaris dan direksi harus melakukan pengawasan yang efektif
terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas internet banking, termasuk
penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola
risiko tersebut.
·
Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek
utama dari prosedur pengendalian pengamanan bank.
2) Pengendalian
pengamanan (security control)
·
Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji
keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan
transaksi melalui internet banking.
·
Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk
menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation)
dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet banking.
·
Bank harus memastikan adanya pemisahan tugas dalam sistem
internet banking, database dan aplikasi lainnya.
·
Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan
hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem internet banking, database
dan aplikasi lainnya.
·
Bank harus memastikan tersedianya prosedur yang memadai untuk
melindungi integritas data, catatan/arsip dan informasi pada transaksi internet
banking.
·
Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit
trail) yang jelas untuk seluruh transaksi internet banking.
·
Bank harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi
kerahasiaan informasi penting pada internet banking. Langkah tersebut harus
sesuai dengan sensitivitas informasi yang dikeluarkan dan/atau disimpan dalam
database.
3) Manajemen Resiko Hukum
dan Risiko Reputasi
·
Bank harus memastikan bahwa website bank menyediakan informasi
yang memungkinkan calon nasabah untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai
identitas dan status hukum bank sebelum melakukan transaksi melalui internet
banking.
·
Bank harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa
ketentuan kerahasiaan nasabah diterapkan sesuai dengan yang berlaku di negara
tempat kedudukan bank menyediakan produk dan jasa internet banking.
·
Bank harus memiliki prosedur perencanaan darurat dan
berkesinambungan usaha yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan
jasa internet banking.
·
Bank harus mengembangkan rencana penanganan yang memadai untuk
mengelola, mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian
yang tidak diperkirakan (internal dan eksternal) yang dapat menghambat
penyediaan sistem dan jasa internet banking.
·
Dalam hal sistem penyelenggaraan internet banking dilakukan oleh
pihak ketiga (outsourcing), bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur
pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengelola
hubungan bank dengan pihak ketiga tersebut.
2. Pokok-pokok pengaturan Manajemen resiko dalam penyelenggaraan
kegiatan internet banking sbb:
a.
Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank
untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah
termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.
b.
Dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, bank wajib:
1)
Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah.
2)
Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi
nasabah.
3)
Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening
dan transaksi nasabah.
4)
Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang
berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
c.
Terkait dengan kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah,
maka:
1)
Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib
meminta informasi mengenai identitas calon nasabah, maksud dan tujuan hubungan
usaha yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank, informasi lain yang
memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah dan identitas
pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain.
Identitas calon nasabah tersebut harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen
pendukung dan bank wajib meneliti kebenaran dokumen-dokumen pendukung tersebut.
2)
Bagi bank yang telah menggunakan media elektronis dalam
pelayanan jasa perbankan wajib melakukan pertemuan dengan calon nasabah
sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening.
d.
Dalam hal calon nasabah bertindak sebagai perantara dan atau
kuasa pihak lain (beneficial owner) untuk membuka rekening, bank wajib
memperoleh dokumen-dokumen pendukung identitas dan hubungan hukum, penugasan
serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain. Dalam
hal bank meragukan atau tidak dapat meyakini identitas beneficial owner, bank
wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah e-banking.
Bank wajib menatausahakan dokumen-dokumen pendukung nasabah dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sejak nasabah menutup rekening pada bank.
Bank juga wajib melakukan pengkinian data dalam hal terdapat perubahan terhadap
dokumen-dokumen pendukung tersebut.
e.
Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat
mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif
mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank.
f.
Bank wajib memelihara profil nasabah yang sekurang-kurangnya
meliputi informasi mengenai pekerjaan atau bidang usaha, jumlah penghasilan,
rekening lain yang dimiliki, aktivasi transaksi normal dan tujuan pembukaan
rekening.
g.
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang
sekurang-kurangnya mencakup:
1)
Pengawasan oleh pengurus bank (management oversight).
2)
Pendelegasian wewenang.
3)
Pemisahan tugas.
4)
Sistem pengawasan intern termasuk audit intern.
5)
Program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar